Selasa, 03 April 2012

Jangan asal ngomong “Kepo”


Tulisan ini ditujukan untuk semua orang percaya dari seluruh golongan usia. Kata kepo pada saat ini, tidak hanya menjadi trend di kalangan para anak muda; namun juga sering dilontarkan oleh beberapa kalangan dewasa.

Namun yang menjadi perhatian saya, sebagai seorang Hamba Tuhan adalah ketika penggunaan kata “Kepo” ini yang terkadang terkesan sembarangan dan tidak sesuai dengan fungsi awalnya. Semua orang yang bertanya seakan-akan terkesan ingin tahu dan mengorek-mengorek sesuatu, tanpa melihat motivasinya sudah langsung dijudge sebagai orang kepo. Padahal mungkin dari pihak si penanya, ia tidak ada maksud ingin tahu semua keadaan orang itu (bahkan menjadi orang yang sok tahu).

Hal-hal semacam inilah yang ingin coba saya berikan berupa pertimbangan mengenai pemahaman kata kepo untuk lebih diperhatikan lagi dalam penggunaannya.


Di bawah ini, saya sajikan beberapa pendefinisian kata kepo, yang saya ambil dari internet:
Kata “Kepo” menurut kamus kitab gaul (http://kitabgaul.com/word/kepo) berasal dari kata Hokkian, yang berasal dari 2 kata yaitu ke dan po (apo). Ke artinya bertanya dan Po (Apo) artinya nenek-nenek. Artinya secara jelas adalah merujuk kepada kebiasaan orangtua (nenek dan kakek juga) yang sering bertanya ingin tahu keadaan anak atau cucunya.

Kata ini juga ditujukan kepada orang yang ingin tahu sesuatu ketika ia mendengar sesuatu, dimana ketika ia menjawab sebenarnya ia sedang tidak diajak berbicara pada saat itu. Ga minta dibantu, eh malah bantu; ga ditanya eh malah pasang gaya pingin kasih tau.

Bahkan ada yang mengistilahkannya dengan bahasa Inggris, yaitu KEPO = Knowing Every Particular Object (selalu pingin tahu dan mengetahui segala sesuatu).


Friends, dari definisi ini maka dapat kita tarik beberapa hal yang bisa menjadi suatu pertimbangan mengapa terjadi penyalahgunaan kata ini di dalam percakapan kita sehari-hari. Saya akan berikan salah satu contoh ilustrasinya.
Ada seseorang hamba Tuhan yang merasa tersinggung ketika seorang remaja (bisa juga dialami oleh seorang jemaat) mengatakan bahwa ia adalah seorang yang kepo, karena hamba Tuhan ini sering bertanya-tanya mengenai keadaan anak remaja ini.
Dari sisi anak remaja ini merasa bahwa hamba Tuhan ini sangat mengganggu privasinya, sehingga seakan-akan mengorek keadaan pribadinya. Sedangkan dari sisi hamba Tuhan ini, ia merasa bahwa ini adalah sebagian dari tugas penggembalaannya untuk mengetahui keadaan anak remajanya.

Nah, dari ilustrasi ini dapat kita tangkap permasalahannya, bukan? Mau tidak mau, kita sekarang hidup di zaman postmodern yg menekankan suatu pandangan relativisme. Suatu pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada kebenaran yang absolut, yang ada adalah kebenaran menurut penilaian pribadi (relatif-selera) masing-masing.

Inilah yang sering terjadi di beberapa kalangan yang merasa bahwa penilaiannya adalah sebuah kebenaran. Memang tidak bisa langsung menjudge sesuatu karena masing-masing case harus dilihat dari beberapa aspek.

Pemikiran seorang remaja atau jemaat yang tidak mau diperhatikan atau ditanya-tanya oleh seseorang jemaat lain atau oleh hamba Tuhannya akan memakai alasan penggunaan kata kepo ini untuk self-defense. Ia tidak mau tahu bahwa orang yang sedang bertanya ini, mungkin ada maksud yang baik. Bukankah seharusnya kita juga harus bisa memahami orang lain, dengan cara belajar melihat sesuatunya diimbangi dengan melihat dari sisi orang lain (melihat dari kacamata orang lain). Mungkin saja dari pihak si penanya, memang ingin tahu dan mengenal orang yang ditanya. Atau mungkin saja dari pihak yang ditanya, memang memiliki karakter yang agak tertutup sehingga sangat sulit untuk ditanya.

Intinya adalah apakah seseorang yang dianggap kepo (ingin tahu) memiliki motivasi yang benar, terlebih jika hal ini terjadi di dalam sebuah komunitas orang percaya. Suatu pertanyaan jika didasari atas motivasi dan tujuan yang benar seharusnya dapat disikapi dengan jawaban yang benar juga.
Bagi si penanya, tentu saja suatu pertanyaan yang diberikan, dengan motivasi yang tulus dan bertujuan untuk mengenal dan peduli, tentunya juga akan diwujudkan dengan pertanyaan yang bukan seperti mengorek-ngorek rahasia pribadi orang lain.

Jadi masing-masing pihak juga harus mendasari apa yang dilakukannya dengan tujuan yang benar. Saya bisa berikan usulan, yaitu bertujuan untuk saling membangun, membentuk dan memperhatikan sebagai satu kesatuan TUBUH KRISTUS (ingat 1 Kor 12:25, 27).

1 Korintus 12:25 supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.
1 Korintus 12:27 Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.

Jadi alangkah baiknya kalau kita sembarangan memberikan cap kepo kepada seseorang yang sedang bertanya-tanya kepada kita. Di satu sisi, ketika kita bertanya pun kita harus bertanya dengan motivasi dan tujuan yang benar dan tulus juga. Contohlah apa yang Tuhan Yesus lakukan ketika ia dengan sengaja dan mau bercakap-cakap dengan perempuan Samaria di Yohanes 4:4-30 (perhatikan latar belakang permusuhan antara orang Yahudi dan orang Samaria).

Mungkin kalau saya melihat dan merasakan dari sisi perempuan Samaria, saya juga akan mencap bahwa Yesus adalah orang yang kepo. Untuk apa Yesus sebagai orang Yahudi mengajak berbicara dirinya sebagai seorang perempuan Samaria dan bahkan melihat statusnya sebagai perempuan berdosa (ditafsirkan pekerjaannya adalah seorang perempuan berdosa, kasarnya pekerja seksual). Tidak hanya itu, bahkan Yesus menyuruh-nyuruh dirinya untuk memanggil suaminya, yang notabene kita tahu status perempuan ini adalah perempuan dengan status memiliki suami lebih dari satu.

Tapi kita tahu sama-sama bahwa akhirnya melalui perempuan Samaria ini, ternyata Yesus melakukannya dengan motivasi dan tujuan yang memuliakan Allah Bapa-Nya di Sorga. Melalui perempuan ini, tidak hanya memenangkan jiwanya (diampuni dan diselamatkan) tetapi juga bahkan mengajak orang lain untuk datang, bertemu dan mengenal Kristus. Hal inilah yang harus kita teladani dari dua pribadi ini. Dari pribadi Kristus yang mau menjangkau dan peduli dengan orang lain sambil menceritakan tentang Allah; dan pribadi perempuan Samaria yang tidak bersifat tertutup dengan pemikiran sempitnya tentang orang Yahudi maupun tentang orang lain yang mau bercakap-cakap dengan dirinya, yang seakan-akan menyinggung masalah pribadinya yang paling dalamnya.

Jika perempuan ini memandang bahwa Yesus adalah kepo, maka ia sudah terlebih dahulu menutup pintu hatinya untuk mengenal Mesias, penyelamat yang dinubuatkan itu. Jadi janganlah sembarangan kita memiliki pemikiran yang sempit tentang orang lain yang bertanya dan ingin mengenal kita lebih dalam sebagai orang yang kepo. Padahal orang itu bertanya dengan motivasi hati dan tujuan yang tulus. Yakobus pun juga mengingatkan untuk berhati-hati menggunakan lidah kita dalam berkata-kata (bandingkan perumpamaan: mulutmu adalah harimaumu).

Selamat merenungkan dan jika ada yang kurang berkenan atau tidak setuju, boleh kita saling memperlengkapi satu sama lain dengan diskusi yang membangun. Blessings.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar