Rabu, 06 Juli 2011

Habbit of Mind


Artikel ini adalah bagian dari tugas matakuliah Teori Pemikiran di STTB, dengan dosennya bpk. Agus Gunawan, M.Th. Tugas ini mengajak mahasiswa untuk belajar memahami diri, dengan merefleksikan kebiasaan-kebiasaannya dalam berpikir (habbits of mind)selama ini dan rencana yang akan dilakukannya di masa mendatang.

Refleksi ini sangat bermanfaat bagi saya, seseorang hamba Tuhan yang harus terus mau belajar dan diajar bahkan juga membagikannya bagi orang lain. Kiranya artikel ini juga dapat mengajak para pembaca untuk merefleksikannya dalam kehidupannya masing-masing. Tuhan memberkati.

I. Pendahuluan
Teori pemikiran dan berpikir (kritis). Kedua kata inilah yang penulis dapatkan ketika melihat di jadwal rencana perkuliahan semester ganjil 2010/2011 ini. Sudah ada ketertarikan sebelumnya karena melihat siapa dosen yang mengajarnya, namun masih belum tahu apa bahan yang akan diajarkan. Perkiraan awal pastilah berkaitan dengan cara berpikir dan ada kemungkinan berkaitan dengan teologi sistematika. Harapan saya tentunya pastilah mendapatkan hal yang baru yang mungkin bisa menambah wawasan baru bahkan merubah pandangan atau pemikiran saya.

Sebelum penulis masuk STTB, bisa dikatakan bahwa penulis tentunya memiliki kelemahan dan kelebihan yang penulis sadari, salah satunya adalah dalam masalah pemikiran. Penulis merasa bahwa penulis memang kurang dalam hal ini, khususnya dalam hal berpikir secara sistimatis, berpikir secara kritis, serta keberanian mengutarakan pendapat dan argumen. Terlebih lagi penulis lebih menyukai hal-hal yang praktika, artinya adalah penulis selalu lebih memilih hal yang bersifat praktis dibandingkan hal yang bersifat “teori”. Teori di sini, dalam arti penulis kurang menyukai hal-hal yang berkaitan dengan filosofi dan yang membutuhkan pemikiran yang kritis.

Hal ini disebabkan mungkin dari latar belakang penulis dan kesukaannya. Sejak masih di sekolah Teologi yang lama, penulis sudah menyadari hal ini, bahwa ada kecendrungan untuk memiliki kelebihan dalam mata kuliah yang praktika dibandingkan mata kuliah yang sifatnya teori, seperti filsafat, sistematik dan teologi. Namun bukan berarti dengan mengetahui kelemahan ini, penulis menyerah dan tidak mau berusaha untuk mempelajarinya. Hal ini merupakan bagian dari pembentukan dan pertumbuhan kerohanian serta karakter penulis sejak masuk ke sekolah Teologi, melalui konseling dan pengenalan diri penulis.

Hal ini akhirnya yang menjadi pendorong, ketika masuk ke STTB, yang menurut penulis memiliki ciri / karakteristik dalam mata kuliah, dosen dan mahasiswanya memiliki kelebihan dalam hal pemikiran. Artinya mereka sudah dibiasakan sejak semester satu untuk menyatakan dan menuangkan pemikiran-pemikiran yang terkendali dalam tulisan-tulisan paper. Tentunya tidak hanya sekedar pemikiran liar namun pemikiran yang berdasarkan kebenaran, sistematis, runtut, koheren, kongruen dan sebagainya. Penulis merasa, memang ini adalah bagian dari tanggung jawab dari penulis setelah penulis mengalami kegagalan di seminari sebelumnya, namun ini juga bagian dari kehendak dan kedaulatan Tuhan untuk membentuk diri penulis. Khususnya dalam hal yang berkaitan dengan pola pikir dan pemikiran yang sistematis dan kritis di STTB. Terlebih lagi ketika sudah mengambil mata kuliah teori pemikiran ini. Oleh karena itu penulis berusaha membuat essay ini secara sistematis dan kritis, diawali oleh latar belakang penulis terlebih dahulu, dilanjutkan alasan-alasan untuk terus belajar dan berkembang hingga rencana-rencana yang akan dipikirkan dalam masa mendatang yang tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan untuk membangun diri dalam hal berpikir.

II. Panggilan penulis
Ketika penulis masuk seminari, penulis merasa belum memiliki bahkan mungkin tidak memilikirkan masa depan penulis. Namun penulis memiliki panggilan yang penulis percaya dan yakin, bahwa panggilan mula-mula ini akan juga semakin bertambah luas dalam pembentukan di seminari. Ketika berada di seminari termasuk di STTB ini, penulis mulai merencanakan masa depan penulis. Penulis pada awalnya terpanggil untuk melayani dalam bidang konselor, karena penulis merasa sangat kurang sekali kebutuhan dalam bidang ini khususnya dalam kehidupan jemaat di gereja. Namun kemudian setelah masuk di seminari, penulis juga mendapatkan beban dalam pelayanan sekolah minggu, remaja, pemuda (youth pastor); pelayanan dalam bidang ibadah dan musik gereja, kotbah, misi dan pastoral. Penulis memang masih idealis untuk melayani di gereja, karena mungkin berawal dari background penulis yang terlebih dahulu melayani di gereja. Mulai dari komisi remaja, Pemuda (paduan suara, drama), Sekolah Minggu, sampai kebaktian umum (dalam kepanitiaan-kepanitiaan yang ada).

Selain itu penulis juga mungkin masih diberikan beban oleh Tuhan untuk mengajar, walaupun harus dilihat dulu mengajar dalam bidang apa dan di mana (penulis agak minder / kurang percaya kalau untuk mengajar di STT). Hal ini penulis dapatkan dari beberapa masukan dari beberapa rekan hamba Tuhan yang melihat bahwa penulis memiliki karunia mengajar. Oleh karena itu penulis juga menggumulkan hal ini.

Setelah masuk di STTB, penulis mencoba menggumulkan panggilan sebagai youth pastor, yang bisa dikatakan lebih concern dan fokus untuk melayani remaja / pemuda. Bukan dalam arti ladang inilah yang biasa tersedia bagi para lulusan seminari, ataupun karena biasanya ladang ini hanya sekedar batu loncatan. Biasanya tidak akan lama seorang menjadi youth pastor, karena kalau ia memiliki bakat, karunia dan pengalaman maka ia akan diangkat menjadi gembala sidang suatu gereja.

Menjadi seseorang yang terbeban dalam bidang youth dan ibadah (liturgi) tentunya diperlukan suatu keharusan untuk selalu berkembang mengikuti perubahan kemajuan zaman. Kemajuan zaman yang akan terus beradaptasi masuk dalam kehidupan jemaat kaum muda dan gereja. Hal inilah yang menjadi reminder bagi penulis untuk selalu berkembang dan terus belajar untuk mengimbangi dengan konteks yang akan dihadapi. Termasuk dalam hal tuntutan (bukan lagi sekedar kerinduan) untuk belajar, baik itu melalui disiplin membaca buku-buku yang baru dan uptodate, juga tuntutan untuk mengisi diri dengan pembelajaran melalui seminar-seminar yang ada. Termasuk mengasah untuk karunia menulis yang mungkin Tuhan juga bisa tambahkan.

III. Habbit of Mind.
Sebelum mengikuti kuliah teori pemikiran dan mendapatkan tugas esai ini, melalui panggilan dan beban pelayanan, penulis sudah menyadari tuntutan yang harus penulis sadari dan lakukan. Mulai saat ini hingga ke depan nantinya. Melalui kuliah ini, penulis semakin disadarkan bahwa semuanya ini bukan lagi hanya sebagai tuntutan, namun juga harus menjadi habbit (kebiasaan) bahkan menjadi gaya hidup seorang hamba Tuhan. Hingga akan semakin memperlengkapi penulis, entah itu dalam membaca, menulis bahkan dalam membuat dan menyampaikan kotbah-kotbah.

III.1. Kebiasaan membaca.
Gaya hidup yang pertama adalah hal membiasakan diri untuk membaca buku-buku selain buku pelajaran maupun pelayanan. Buku-buku yang tidak hanya bersifat teologis, devotional, namun juga buku-buku autobiografi dan biografi tetapi penulis juga disadarkan untuk membaca buku-buku sekuler seperti yang disarankan oleh sang dosen. Hal ini tentunya akan berguna bagi diri penulis, dalam berinteraksi dengan berbagai jemaat yang berasal dari bermacam-macam background. Penulis bersyukur penulis memiliki kelebihan untuk mudah bergaul dengan siapa saja, hal ini tentunya akan lebih lagi mempermudah penulis untuk memulai pembicaraan dengan orang lain dengan mengetahui perkembangan dan perubahan yang sedang terjadi pada saat ini. Seperti yang dosen telah ajarkan, misalnya buku-buku kepemimpinan, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya.

Kebiasaan penulis dalam membiasakan diri untuk membaca, semakin bertambah setelah masuk seminari. Kalau dulu hanya sekedar membaca koran (wajib hukumnya), komik, dan novel; sekarang ditambah dengan buku-buku teologi yang lebih berat. Penulis menyadari bahwa penulis memiliki kelemahan dalam hal ingatan (sering lupa), oleh karena itu penulis selain membaca juga membuat book notes yang tentunya akan berguna di masa mendatang.

Selain membaca buku, penulis juga diingatkan untuk selalu memiliki pengetahuan yang luas melalui dunia maya, dalam mencari artikel-artikel yang berguna. Sampai saat ini sudah cukup banyak artikel yang penulis miliki, namun belum bisa dibaca semuanya. Karena masalah waktu dan prioritas untuk lebih dahulu fokus pada kuliah dan tesis. Namun penulis berharap, untuk mendisplinkan diri dalam masalah waktu ke depannya, karena ini juga suatu masalah yang sering dihadapi oleh seorang hamba Tuhan dalam kesibukannya sehari-hari dalam pelayanan. Dengan alasan sibuk pelayanan, biasanya seorang hamba Tuhan akan mengingkari tuntutan untuk belajar dan membaca buku. Artinya menyalahkan waktu yang tidak bisa di-manage dengan baik, padahal ada kemalasan dan ketidakseriusan dalam dirinya. Suatu tanggung jawab sebagai seorang hamba Tuhan yang telah hidup dan menikmati dalam lautan anugerah panggilan Tuhan, namun ia menyia-nyiakannya.

Penulis juga semakin diperlengkapi dengan pengajaran sang dosen dalam mencari hal-hal yang penting dalam sebuah tulisan / bacaan. Mulai dari menemukan main theme, kemudian juga main claim yang disertai dengan permasalahan, argumen dan evidence-evidence yang mendukung maupun yang kontra hingga akhirnya menghasilkan konklusi (kesimpulan) yang memiliki integrasi (kesatuan) dengan temanya. Konklusi yang juga harus memiliki relevansi dengan pembacanya hingga bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini tentunya membantu penulis untuk tidak hanya sekedar membaca, namun juga menggali dan mengkritis bacaan-bacaan yang dibacanya. Sehingga tentunya diyakini akan semakin memperlengkapi penulis dengan informasi yang disampaikan. Tidak hanya menerima (absurb) namun juga critical. Sehingga tidak lagi menjadi takut untuk membaca buku-buku lain, yang mungkin tidak sepaham dengan ajaran doktrin Kristen yang penulis yakini.

III.2. Kebiasaan dan tuntutan untuk selalu belajar.
Hal ini juga sudah menjadi rencana penulis, sejak masuk seminari. Tidak cukup hanya sekedar mengikuti kuliah reguler atau dengan hanya membaca buku, namun juga harus dilengkapi dengan mengikuti seminar-seminar. Mulai dari seminar yang memiliki kaitan dengan pelayanan, maupun juga yang bersifat untuk memperlengkapi pelayanan. Tidak hanya itu juga namun seminar-seminar yang bisa menambah wawasan-wawasan pemikiran penulis.

Tidak hanya seminar, namun penulis juga perlu menuntut diri untuk adanya kerinduan untuk studi lanjut. Tidak mustahil jika ada keinginan, kerinduan dan Tuhan menghendaki supaya masing-masing hamba Tuhan untuk studi lanjut. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama, karena menyikapi kebutuhan dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Khususnya melihat jemaat yang semakin sadar akan pentingnya pendidikan, sehingga mereka tidak lagi berasal dari kalangan lulusan S1, namun sekarang saja sudah banyak lulusan S2 bahkan PhD.

Pada awalnya, memang penulis merasa sangsi untuk studi lanjut, namun sekali lagi hal ini menjadi tanggung jawab yang harus menjadi perhatian penulis sebagai calon hamba Tuhan. Tidak ada yang mustahil bagi seseorang dalam melakukan sesuatu jika menyertakan Tuhan dan dengan tujuan untuk memuliakan nama Tuhan. Mungkin minimal bisa ambil program MA. atau M.Min., namun tidak tertutup kemungkinan untuk ambil program M.Th. sekalipun. Penulis belajar untuk tidak mengalahkan diri penulis dengan perasaan-perasaan yang pesimistis dan skeptis, melainkan hidup dengan pengharapan dan optimis.

III.3. Kerinduan untuk menuangkan dalam tulisan-tulisan.
Kerinduan ini mulai penulis rasakan ketika menyikapi hadirnya teknologi blogging di internet. Banyak anak-anak muda ketika surfing di internet hanya surf ke halaman-halaman yang tidak membangun sebagai orang Kristen, bahkan mungkin membawa ke dalam keberdosaan.

Sebagai seorang calon hamba Tuhan, kerinduan untuk memiliki blog ini juga dipicu dari hamba-hamba Tuhan lain yang telah lebih dahulu sudah memiliki blog yang berisi tulisan-tulisan yang menjadi berkat secara pribadi. Entah itu berupa perenungan firman Tuhan, sharing, namun juga ada yang bersifat berat (contohnya perdebatan-perdebatan teologis).

Tidak bisa dipungkiri, penulis juga merasa lemah dalam hal penulisan. Selain kurang berpengalaman, juga dipengaruhi faktor kurang banyak membaca buku juga. Hal ini disadari ketika melakukan penulisan paper dan tesis pada saat ini. Namun sekali lagi melalui kuliah teori pemikiran ini, penulis mendapatkan banyak berkat melalui bahan-bahan materi yang diberikan yang kiranya akan membentuk pola pikir kritis dalam menulis suatu tulisan juga. Baik itu dimulai melalui penulisan paper dan tesis, hingga akhirnya diharapkan dalam penulisan yang lebih lanjut.

IV. Tantangan yang mungkin dihadapi.
Penulis tidak mengingkari kemungkinan adanya tantangan-tantangan yang menghadang. Namun sekali lagi, merujuk kepada perkataan seorang filosof , bahwa tantangan yang terbesar adalah berasal dari diri sendiri. Kelemahan ini diantaranya adalah mulai dari kemalasan untuk membaca dan belajar; ketakutan dan keraguan untuk memulai sesuatu yang baru; kurang bertanggungjawab dan menghargai anugerah panggilan dan waktu sehari-hari; mudah menyerah; takut gagal; kurang semangat dan sering jenuh; dan masing banyak lagi.

Namun satu hal yang pasti, penulis harus mengingatnya dan aware akan semua kelemahan-kelemahan diri yang bisa menjadi tantangan dalam menjalani habbit of mind ini. Seperti yang Tuhan Yesus katakan dan ajarkan untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi; demikianlah seharusnya juga penulis bisa meng-amin-kan dan menerapkan mulai saat ini, dari hal yang terkecil sekalipun, termasuk dalam konteks kebiasaan dalam berpikir kritis.

Kebalikannya, maka penulis juga harus dituntun untuk memiliki karakter-karakter yang sejalan dengan tujuan untuk menjalankan habbit of mind tadi. Diantaranya adalah karakter untuk rendah hati (humble), mau belajar dari orang lain (teachable), bertanggungjawab atas anugerah, panggilan dan karunia yang telah diberikan (responsible), semangat dan tidak mudah menyerah (passion), belajar dari kegagalan dan tidak mengulangi lagi.

IV. Kesimpulan.
Penulis mengucapkan terima kasih atas pengajaran bapak Agus Gunawan, M.Th. dan bahan-bahan materi yang diberikan dalam kuliah teori pemikiran ini, termasuk melalui pengalaman-pengalaman yang diberikan selama berlangsungnya kuliah. Selain itu melalui tugas-tugas yang diberikan, dan esai yang diperintahkan,semakin menyadarkan penulis untuk mulai menerapkan cara berpikir kritis, berargumen dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang calon hamba Tuhan, khususnya.

Kiranya pada akhirnya melalui mata kuliah ini, yaitu belajar untuk berpikir kritis akan semakin memuliakan Tuhan pada penerapannya dalam kehidupan diri penulis. Soli Deo Gloria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar