I. Pendahuluan
Seorang Kristen yang telah diselamatkan, pastinya akan menerima jaminan hidup kekal, yaitu masuk Surga. Namun tidak langsung serta merta, masuk ke Surga pada saat itu, bukan? Kenapa? Ya, tentu saja karena kita tidak segera langsung pada saat itu masuk Surga, karena kalau kita langsung masuk Surga, ya berarti kita langsung meninggal dunia. Nah, ini berarti kita masih harus menjalani hidup di dunia ini.
Setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, serta menerima jaminan hidup kekal bukan berarti kita berhenti sampai situ saja. Tugas kita masih ada. Already but not yet. Kita Already (sudah) mendapatkan jaminan keselamatan kekal, tapi not yet (belum tergenapi) secara penuh karena masih menunggu konsumasinya (penggenapan secara utuh) pada saat kita meninggal dunia atau ketika Tuhan Yesus datang yang kedua kalinya. Selama not yet itulah, kita menjalani hidup yang bukan hanya sekedar menjalankan hidup saja, namun pastinya ada tugas dan tanggung jawab yang Tuhan berikan. Suatu anugerah kesempatan hidup yang Tuhan berikan, untuk dijalani dengan tujuan untuk memuliakan nama Tuhan. Hidup yang memuliakan nama Tuhan, seharusnya mengarah kepada hidup yang semakin serupa dengan Kristus, sebagai Tuhan Allah Pencipta dan Penebus kita. Menghidupi hidup yang diberikan Allah sesuai dengan kehendak, tujuan dan rencana-Nya.
Perwujudannya diantaranya adalah dengan belajar untuk menjalankan hidup benar di hadapan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari; semakin belajar untuk mengenal Tuhan dalam suatu relasi yang intim bersama Tuhan baik secara pribadi maupun dalam suatu komunitas orang percaya; hingga akhirnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memberitakan Injil kepada orang lain. Secara langsung yaitu melalui semangat dan melakukan misi dan ber-PI (Pekabaran Injil). Secara tidak langsung yaitu melalui teladan hidup kita, dimanapun dan kapanpun kita berada. Sehingga pada akhirnya, setiap orang bisa mengenal dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya sehingga semakin bertambah jumlah orang yang boleh dimenangkan bagi Kristus dan nama Tuhan semakin dimuliakan di atas muka bumi ini.
Hal ini sejalan dengan tema HUT gereja kita, GMI Imanuel pada tahun ini yaitu “Cinta Akan Rumah-Mu Membangunkanku”. Rumah-Mu di sini tentunya merujuk kepada rumah Tuhan (gereja). Gereja di sini tentunya tidak hanya sekedar gereja dalam arti literal berupa gedung gereja Tuhan secara fisik saja, namun juga gereja dalam gambaran sebagai tubuh Kristus. Tubuh Kristus yang terdiri dari beberapa anggota tubuh Kristus, yang terdiri dari kumpulan orang-orang percaya.
Sikap setiap jemaat Tuhan untuk mencintai akan rumah Tuhan, baik mencintai bangunan gereja secara fisik maupun mencintai gereja sebagai kumpulan komunitas orang percaya, pastinya Tuhan akan memberikan suatu kebangkitan dan pertumbuhan bagi gereja tersebut. Kebangkitan kerohanian masing-masing jemaat sebagai tubuh Kristus yang akan berdampak pula terhadap pertumbuhan jumlah jemaat gereja. Namun pertanyaannya sekarang, adalah apakah kita sebagai umat Tuhan sudah mencintai gereja kita? Mencintai Gereja Methodis Imanuel sebagai rumah Tuhan secara fisik maupun mencintai gereja yang melambangkan komunitas orang percaya. Tapi mungkin kita belum tahu bagaimana caranya?
Pada kesempatan ini, kita akan sama-sama belajar dari apa yang Alkitab katakan mengenai bagian ini, yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-sehari jemaat Kristen mula-mula di Yerusalem. Kehidupan mereka mewakili gambaran gereja yang hidup dan sehat melalui pertumbuhan kerohanian dan pertumbuhan jemaatnya. Gereja yang mencintai Tuhan, gereja dan sesamanya. Kita akan coba melihat relasi yang bisa direlevansikan dengan kehidupan gereja pada saat ini.
II. Kehidupan Jemaat Mula-Mula
Gereja yang bertumbuh, menurut Rick Warren, dalam bukunya The Purpose Driven Church, adalah gereja yang hidup dan sehat. Bertumbuh secara kualitas juga secara kuantitas. Kualitas di sini berkaitan dengan kehidupan kerohanian jemaat, sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah jemaat. Kaitannya diharapkan adalah dengan adanya suatu pertumbuhan kualitas kerohanian seseorang akan mempengaruhi kerinduan dirinya untuk juga membawa orang lain datang dan mengenal Tuhan. Andaikan satu orang saja sudah memiliki kerinduan ini, kita tentu akan melihat dampaknya, jika hal ini terjadi pada seluruh anggota gereja. Tentu saja hal ini tidak dapat kita pisahkan dari adanya peran Tuhan yang memberikan pertumbuhan jumlah jemaat tersebut.
Di dalam Alkitab, kita bisa melihat hal ini di dalam Kisah Para Rasul pasal 2 ayat 41-47, yang menceritakan cara hidup jemaat mula-mula pada waktu itu. Kita akan melihat kehidupan kerohanian jemaat mula-mula yang berdampak terhadap lingkungan sekitar dan akhirnya menambahkan jumlah orang yang percaya.
Jemaat di Kisah Para Rasul ini terdiri dari sebagian orang-orang non-Yahudi (gentiles), dan juga sebagian orang Yahudi yang telah bertobat menjadi pengikut Kristus. Hal ini dapat dilihat di pasalnya yang ke-2 ayat 14, yaitu ketika rasul Petrus berkotbah di hadapan orang-orang Yahudi maupun non-Yahudi yang tinggal di Yerusalem untuk mengikuti ibadah Pentakosta.[1] Mereka menunjukkan pertobatan mereka dengan cara memberi diri mereka dibaptis di dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosa mereka (ay. 38). Jumlah mereka kira-kira sebanyak tiga ribu jiwa (ay. 41).
Keadaan mereka setelah bertobat tidak berhenti hanya sampai dibaptis saja. Mereka pun mulai bertekun bersama dalam pengajaran para rasul, persekutuan, pemecahan roti dan doa bersama. (ay. 42a). Mereka biasa melakukannya di rumah salah satu jemaat secara bergiliran (ay. 46). Mereka inilah yang disebut sebagai kumpulan jemaat mula-mula, sebagai cikal bakal berdirinya suatu gereja Tuhan pada saat ini. Kita akan melihat penjelasan 4 kegiatan yang biasa dilakukan oleh jemaat mula-mula dan dampaknya, di bawah ini:
1. Pengajaran para rasul (teaching)
Suatu landasan penting yang mendasari kehidupan kerohanian jemaat mula-mula. Bertujuan untuk mengajarkan iman yang berpusat kepada Kristus melalui pengajaran para rasul disertai mempersiapkan para jemaat untuk mewujudkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Menjadi saksi di tengah-tengah komunitas orang percaya maupun orang-orang yang belum percaya.
2. Persekutuan (fellowship)
Kata persekutuan di sini lebih merujuk kepada aktifitas sharing atau berbagi di tengah-tengah komunitas orang percaya. Hal ini ditunjukkan dalam hal berbagi kepunyaan milik pribadi untuk kebutuhan bersama (ay. 44-45). Mereka menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluannya masing-masing (ay. 45). Persekutuan ini juga disertai dengan kegiatan memuji Allah secara bersama, makan bersama-sama, dan juga berdoa bersama. Hal ini memperlihatkan adanya suatu keutuhan dan kesatuan hati, yang diwujudkan dengan kepedulian terhadap sesamanya. Relasi dalam suatu persekutuan yang didasari atas kesamaan status sebagai pengikut Kristus, anggota tubuh Kristus.
3. Pemecahan roti (breaking of bread)
Kegiatan ini merujuk kepada kegiatan perjamuan suci, yang serupa dengan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam perjamuan terakhir bersama murid-muridnya. Pada awalnya, kegiatan ini dilakukan sebagai sebuah perayaan untuk memperingati peristiwa perjamuan terakhir tersebut. Sebenarnya dalam konteks bagian ini, penulis ingin menggambarkan interaksi antara sesama anggota jemaat yang harmonis disertai dengan adanya pengertian dan penerimaan satu sama lainnya. Inilah tujuan dari kehidupan komunitas orang percaya yang sebenarnya.
4. Doa (the prayers)
Aktifitas berdoa bersama juga menjadi salah satu kegiatan yang utama, yang dilakukan oleh jemaat mula-mula. Doa sebagai suatu kegiatan rohani yang menunjukkan suatu relasi dengan Tuhan. Tujuannya adalah untuk mencari kehendak Tuhan, memohon penyertaan-Nya dan bersandar kepada-Nya melalui kuasa doa. Bentuk doa pada waktu itu tidak hanya berasal dari ritual doa Yahudi saja, namun juga mulai berkembang menjadi bentuk doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya serta doa-doa yang sifatnya spontan. Ritual doa yang tidak hanya dapat dilakukan di dalam Bait Suci, namun juga dapat dilakukan di dalam rumah-rumah jemaat. Hal ini dapat dilihat di ayat 46.
Melalui kegiatan mereka sehari-hari ini, tentunya memiliki dampak dan pengaruh, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, yaitu di dalam komunitas orang percaya memiliki suatu pengenalan akan Tuhan yang semakin bertambah, melalui pengajaran para rasul. Kemudian mereka juga mewujudkannya dalam kehidupan suatu komunitas yang bersatu dan sehati; saling membangun; menguatkan; dan memperhatikan satu sama lain (adanya kepedulian terhadap sesama yang sedang membutuhkan), melalui adanya persekutuan dan doa bersama. Hal ini terlihat dapat dilihat di dalam ayat 44, 45 dan 46.[2]
Dampaknya secara eksternal, yaitu bagi komunitas sekitar yang terdiri dari orang-orang non-percaya yang berada di luar komunitas ini. Di dalam ayat 43, dikatakan bahwa mereka merasakan kagum, takut bahkan berhati-hati, ketika mereka melihat kegiatan komunitas jemaat mula-mula ini.[3] Terlebih lagi ketika mereka melihat aktifitas para rasul yang mengadakan banyak mujizat dan tanda-tanda. Namun secara kontras, di akhir bagian ini yaitu ayat ke-47 menunjukkan suatu perubahan yang drastis. Dituliskan bahwa: ”…Dan mereka disukai semua orang…”. Awalnya dianggap sesat, aneh, ditakuti; namun pada akhirnya menjadi disukai semua orang. Menunjukan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh komunitas jemaat mula-mula ini memberikan pengaruh yang baik bagi orang-orang sekitar. Tidak hanya itu saja, bahkan Tuhan juga memberkati komunitas ini, yaitu Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan (ay. 47b). Inilah kerohanian seseorang maupun komunitas orang percaya yang telah dipenuhi oleh Roh Kudus.
Keadaan yang sejahtera ini tentunya tidaklah terlalu lama berlangsung, karena Tuhan mengizinkan adanya penganiayaan terhadap orang-orang Kristen yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi maupun para kaisar Roma. Namun sekali lagi kita dapat melihat, bahwa iman mereka tidaklah goyah atau hancur. Walaupun mereka terkesan harus berserakan, bahkan harus keluar dari Yerusalem namun mereka tetap setia dengan imannya. Tentunya hal ini tidak bisa dilepaskan dari kehidupan awal mereka sebagai jemaat mula-mula yang telah memiliki akar yang kuat di dalam pengenalannya akan kebenaran Injil Kristus. Selain itu juga memiliki kesatuan yang sehati dalam kehidupan persekutuan orang percaya dan kehidupan doanya.
Pada akhirnya, kita bisa melihat melalui Kisah Para Rasul ini bahwa Tuhan yang berkuasa dan berdaulat tetap memelihara iman jemaat mula-mula, bahkan melalui peristiwa penganiayaan ini dipakai sebagai suatu cara untuk semakin memberitakan Injil ke seluruh dunia. Para rasul dan para jemaat mula-mula yang dulu berada di Yerusalem, akhirnya harus keluar dari Yerusalem untuk melindungi diri dan juga semakin memberitakan Injil Kristus ke daerah-daerah di luar Yerusalem.
III. Relevansi Pada Saat Ini
Melalui kehidupan rohani mereka, Tuhan memberkati dan menambahkan jumlah mereka. Mereka dengan tekun hidup dalam pengajaran Firman Tuhan oleh para rasul. Mereka tekun, bersatu dan sehati, dalam persekutuan orang percaya. Mereka selalu mengingat akan karya keselamatan Tuhan Yesus melalui perjamuan kudus, sebagai dasar mereka untuk hidup benar di tengah-tengah dunia yang belum mengenal Tuhan. Dan mereka juga mengutamakan doa dalam kehidupan mereka, sebagai dasar landasan kerohanian mereka. Melalui doa, mereka mencari kehendak Tuhan, memohon penyertaan pimpinan-Nya dan bersandar kepada-Nya. Inilah contoh kehidupan kerohanian yang harus kita ikuti, sebagai umat Tuhan.
Kita kembali diingatkan untuk mengikuti dari contoh teladan mereka; dan juga menerapkannya dalam kehidupan kerohanian gereja secara keseluruhan. Mulai dari seluruh hamba Tuhan, majelis, pengurus, aktifis, jemaat awam secara bergandengan tangan berkomitmen untuk melakukannya. Kita bersama-sama bertekun untuk hidup dalam pengajaran Firman Tuhan, yang disediakan di dalam kebaktian umum setiap minggunya, maupun secara pribadi dalam kehidupan SaTe (Saat Teduh) kita.
Bersama-sama berkomitmen untuk bergabung dalam persekutuan-persekutuan yang ada. Mulai dari persekutuan-persekutuan berdasarkan pembagian klasifikasi yang ada. Mulai dari kebaktian PRMI (remaja); persekutuan P3MI (pemuda); persekutuan P2MI (kaum pria); persekutuan PWMI (kaum wanita); dan persekutuan usia indah (lanjut usia). Tidak hanya itu, kita juga berkomitmen untuk mengikuti kelompok-kelompok kecil yang telah disediakan gereja, untuk semakin mempraktikan kehidupan jemaat mula-mula. Persekutuan sesama anggota tubuh Kristus, yang bersatu dan sehati, yang dilandasi atas dasar kasih Kristus dan kasih terhadap sesama. Melalui persekutuan ini, kita belajar mempraktekkan kasih kita kepada sesama melalui kepedulian kita. Persekutuan sebagai alat kepanjangan tangan dari gereja, untuk memantau segala hal yang mungkin tidak bisa dijangkau oleh gereja secara langsung. Hal ini biasanya disebabkan karena begitu banyaknya jumlah jemaat yang harus diperhatikan satu demi satu.
Di dalam persekutuan, juga bisa meniru kehidupan jemaat mula-mula untuk mengadakan makan bersama. Tidak harus mewah dan mahal, yang sifatnya sederhana pun juga boleh; Namun yang terutama adalah adanya kebersamaan di antara sesama anggota. Hal ini bertujuan untuk menjalin relasi yang baik dan harmonis; memiliki pengertian, keterbukaan, penerimaan dan kepercayaan satu sama lainnya. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, semuanya sama dan setara di mata Tuhan. Apalagi tradisi dalam kebudayaan Tionghoa ataupun Indonesia secara keseluruhan yang biasa menggunakan tradisi makan bersama sebagai lambang adanya kebersamaan dengan sesama.
Terakhir berkomitmen dalam kehidupan doa kita. Tidak hanya mengikuti persekutuan doa di gereja, namun juga harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari kebiasaan berdoa setiap hari pada kegiatan Saat Teduh, hingga pada akhirnya menjadi sebuah gaya hidup (kebiasaan) yang dilakukan tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya dalam segala keadaan, dimana pun dan kapan pun kita dapat berdoa, berseru, berbicara kepada Tuhan. Berdoa tidak hanya sekedar berisi doa permohonan pribadi akan segala kebutuhan kita, namun yang terutama adalah berisi doa-doa syukur kepada Tuhan, doa pujian kepada Tuhan dan doa syafaat bagi bangsa, gereja, dan sesama kita maupun orang lain yang sedang membutuhkan. Berdoa yang benar, fokusnya adalah bukan hanya pada diri sendiri, melainkan juga seharusnya berfokus pada yang ada di luar diri kita, di sekeliling kita.
Motivasi berdoa juga harus dilandasi atas anugerah Tuhan yang telah memperdamaikan kita sehingga kita dapat berkomunikasi kepada Tuhan melalui doa. Doa yang seharusnya bertujuan hanya untuk memuliakan nama Tuhan, artinya sesuai dengan kehendak Tuhan. Seperti yang telah Tuhan Yesus ajarkan dalam doa Bapa Kami, yaitu bahwa doa harus diserahkan kepada kehendak Tuhan, bukan kehendak kita sendiri. Karena Ia-lah Allah yang Maha Kuasa, Maha Hadir, Maha Tahu, Maha Baik dan yang berdaulat.
Selain kita mempraktekkan kehidupan jemaat mula-mula, kita pun juga bisa mengikuti segala kegiatan pelayanan gereja yang dapat membantu kita untuk semakin mencintai Tuhan, gereja dan sesama. Salah satunya adalah dengan mengikuti program pembinaan Komunitas KAMBIUM.[4] Suatu program yang telah gereja sediakan bagi jemaat yang telah mengikuti katekisasi, pembaptisan atau sidi (baptis dewasa). Program ini bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar pertumbuhan iman Kristen untuk menjadi murid Kristus dan menjadikan orang lain murid Kristus di mana pun dia berada dan diutus. Sehingga pada akhirnya setiap jemaat dapat memiliki suatu kehidupan kerohanian yang berakar dalam Kristus; bertumbuh dalam Kristus; dan berbuah dalam Kristus. Sehingga kita tidak hanya semakin mengenal-Nya, namun juga dapat semakin mengasihi-Nya, melayani-Nya dan membagikannya kepada orang lain. Sehingga nama Kristus semakin dimuliakan pada akhirnya.
IV. Kesimpulan
Pada akhirnya semakin kita mencintai Tuhan, maka kita juga akan mencintai gereja, rumah Tuhan. Semakin kita mencintai Tuhan, secara otomatis kita pun akan dibawa untuk mencintai gereja Tuhan dan komunitas orang percaya. Mencintai gereja berarti juga mencintai komunitas orang-orang percaya di dalamnya. Berkomitmen bersama untuk bergabung di dalamnya. Sama-sama saling mengubah dan diubahkan. Saling belajar dan diajar. Saling memberkati dan diberkati. Hingga pada akhirnya, kita semua akan mengalami suatu pertumbuhan kerohanian bersama-sama. Tidak hanya bertumbuh melainkan juga semakin berbuah bagi komunitas sesama orang percaya. Bahkan juga berbuah (berdampak) bagi orang lain di sekitar kita yang belum mengenal Tuhan. Pastilah, jika melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan dan bersandar pada kuasa Roh Kudus maka Ia pun akan menyertai dan memberkatinya. Hal ini sama seperti yang pernah dialami oleh jemaat mula-mula. Kita percaya, pada akhirnya bahwa setiap gereja dan komunitas umat Tuhan yang hidup mengikuti kehendak Tuhan, akan diberkati Tuhan melalui terjadinya pertumbuhan secara kerohanian dan pertambahan dalam jumlah orang-orang yang diselamatkan.
IV. Kesimpulan
Pada akhirnya semakin kita mencintai Tuhan, maka kita juga akan mencintai gereja, rumah Tuhan. Semakin kita mencintai Tuhan, secara otomatis kita pun akan dibawa untuk mencintai gereja Tuhan dan komunitas orang percaya. Mencintai gereja berarti juga mencintai komunitas orang-orang percaya di dalamnya. Berkomitmen bersama untuk bergabung di dalamnya. Sama-sama saling mengubah dan diubahkan. Saling belajar dan diajar. Saling memberkati dan diberkati. Hingga pada akhirnya, kita semua akan mengalami suatu pertumbuhan kerohanian bersama-sama. Tidak hanya bertumbuh melainkan juga semakin berbuah bagi komunitas sesama orang percaya. Bahkan juga berbuah (berdampak) bagi orang lain di sekitar kita yang belum mengenal Tuhan. Pastilah, jika melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan dan bersandar pada kuasa Roh Kudus maka Ia pun akan menyertai dan memberkatinya. Hal ini sama seperti yang pernah dialami oleh jemaat mula-mula. Kita percaya, pada akhirnya bahwa setiap gereja dan komunitas umat Tuhan yang hidup mengikuti kehendak Tuhan, akan diberkati Tuhan melalui terjadinya pertumbuhan secara kerohanian dan pertambahan dalam jumlah orang-orang yang diselamatkan.
Gereja Methodis Indonesia Jemaat Imanuel pun bisa mengalaminya, jika berkomitmen secara bersama-sama, bergandengan tangan meneladani dan mempraktekkan kehidupan jemaat mula-mula. Mari kita bersama-sama mulai mempraktekkan kehidupan jemaat mula-mula. Semakin mencintai Tuhan. Semakin mencintai gereja Tuhan dan semakin mencintai sesamanya. Bersama dan di dalam Tuhan, GMI Imanuel pasti akan bisa mengalami kebangkitan rohani dan pertumbuhan jemaat. Amin. Soli Deo Gloria.
Sumber:
Bock, Darrel. L. ACTS. Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids:
Baker Books, 2007.
Drane, John. Memahami Perjanjian Baru, Pengantar Historis-Teologis. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2000.
Marshall, I. Howard. ACTS. The Tyndale New Testament Commentaries. Surabaya:
Momentum, 2007.
[1] Pentakosta adalah suatu hari perayaan rutin orang Yahudi yang dapat dilihat di dalam PL (Kel. 23:16; Im. 23:15-21; Ul. 16:9-12). Biasanya disebut dengan Hari Raya 7 Minggu (Hari Raya Menuai). Dirayakan pada waktu lima puluh hari setelah permulaan panen atau sesudah perayaan Paskah PL. Oleh karena itu perayaan ini untuk memperingati saat pemberiaan Taurat di Gunung Sinai, 50 hari setelah perayaan Paskah di Mesir. Hari Raya ini termasuk dalam salah satu dari tiga Hari Raya besar orang Israel yang harus dirayakan dengan cara berkumpulnya para lelaki Yahudi di Bait Allah Yerusalem. Namun berubah maknanya setelah peristiwa turunnya Roh Kudus di dalam PB.
[2] Perhatikan kata yang diberi huruf tebal. Ayat 44: “dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.” Ayat 45: “….mereka menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.” Ayat 46: “Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,”
[3] Bagian ini merujuk kepada jiwa-jiwa mereka menjadi kagum, takut dan juga berhati-hati terhadap kegiatan komunitas jemaat mula-mula tersebut. Hal ini karena latar belakang pada waktu itu bahwa orang-orang Kristen dianggap sebagai pecahan dari Yahudi (sekte) yang sesat, yang patut diwaspadai. Bahkan mereka juga dianggap sebagai pemberontak karena mereka menolak untuk menyembah kepada Kaisar. Terlebih lagi dengan peristiwa hukuman mati disalib terhadap Yesus Kristus sebagai pencetus (pemimpin) komunitas ini.
[4] KAMBIUM, singkatan dari Komunitas Pertumbuhan Iman Untuk Menjadi Murid Kristus.