Rabu, 30 November 2011

Tangisan Kehidupan


Refleksi Advent 1 Matius 2:16-18.
Tangisan bayi atau seorang anak bagi beberapa orang mungkin akan sangat mengganggu, tapi bagaimana jika dilihat dari sisi orangtuanya. Tentu tidak bukan, karena tangisan dari anak miliknya akan menunjukkan bahwa bayinya sedang dalam keadaan hidup. Seorang bayi yang sedang menangis menunjukkan dirinya sedang dalam keadaan membutuhkan perhatian dari orangtuanya, karena ia belum bisa berbicara. Suatu tangisan yang sering digambarkan sebagai suatu ungkapan seorang manusia ketika ia pertama kali datang ke dunia yang penuh dengan dosa dan penderitaan. Suatu tangisan yang menggambarkan adanya suatu kehidupan yang baru.
Demikian pula tangisan yang terjadi di kota Betlehem 2000 tahun yang lalu. Tangisan anak-anak di kota Betlehem yang dicatat oleh penulis kitab Matius, di dalam Matius 2:16 mengusik perhatian saya. Peristiwa ini terjadi, setelah raja Herodes pada waktu itu menyadari bahwa dirinya telah diperdaya oleh orang-orang Majus. Orang-orang Majus ternyata tidak membawa Herodes untuk menemukan Yesus, sang Anak yang dinubuatkan menjadi Raja Israel (lih. Mat. 2:5-8; 12). Hal ini yang membuat Herodes menjadi marah dan mengambil keputusan untuk semua anak di Betlehem dan daerah sekitarnya (anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah).
Jikalau kita sebagai pembaca dan ada pada saat itu, tentu kita akan merasa sangat sedih dan bertanya kenapa Allah membiarkan hal itu terjadi. Seakan-akan Allah tidak mengasihi dan memelihara anak-anak itu dan membiarkan mereka mati. Sementara bagi para orangtua, terjadi begitu kesedihan yang sangat mendalam, karena mereka harus kehilangan anak-anak mereka, buah hati mereka. Sebelum terjebak dengan pemahaman bahwa Allah yang jahat dan tidak peduli, mari bersama-sama kita perhatikan keseluruhan bagian perikop ini.

Kalau kita lihat di ay 13-15, maka kita bisa melihat bahwa dari bagian inilah penulis ingin menunjukkan bahwa Allah tetap ada dan hadir. Allah diwakili dengan sosok malaikat Tuhan yang menyertai Yusuf, Maria dan Sang Anak (Yesus). Allah berdaulat - memegang kendali memelihara keselamatan keluarga ini. Allah tetap hadir dalam sejarah manusia. Di ay. 15 bahkan ditekankan lagi, bahwa Yusuf, Maria dan Yesus tinggal di sana (Mesir) hingga Herodes mati.
Dilanjutkan di ay. 19-23; yang menunjukkan kembalinya keluarga Yusuf setelah Herodes mati. Yusuf sekeluarga kembali ke Israel, dan tinggal di Nazaret. Perhatikan di ayat 20b, “…karena mereka yang hendak membunuh Anak itu sudah mati.”
Kedua bagian di atas menunjukkan bahwa Allah tetap bekerja pada bagian ini. Kita seringkali lebih memilih untuk terjebak di bagian yang lebih fenomena (besar). Dalam hal ini, adalah kematian dari beberapa anak di Betlehem (jumlahnya sekitar 10-30an; hal ini terkait dengan keadaan kota Betlehem yang kecil dalam hal jumlah penduduknya). Namun dari big picture ini, ternyata ada kisah kecil yang seharusnya menjadi fokus utama yaitu pemeliharaan dan penyertaan Allah terhadap Sang Anak (Yesus) dan orang tuanya. Allah secara tak terlihat, menjadikan semua rencana karya keselamatan melalui Yesus Kristus semakin digenapi.

Bagaimana dengan kematian anak-anak seusia Yesus di Betlehem. Saya mencoba memberikan komentar, bahwa peristiwa ini tetap ada di dalam kedaulatan Allah. Artinya Allah di dalam kedaulatan-Nya (kendali), melalui kematian anak-anak itu menunjukkan perbuatan jahat dari Herodes. Perbuatan jahat Herodes yang ingin menggagalkan rencana Allah.
Herodes memang dikenal memiliki ketakutan (paranoid) terhadap orang lain yang mau menyaingi dan merebut kekuasaannya. Hal ini mewakili dosa salah satu manusia, yang ingin memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Bahkan secara lebih luas, manusia pertama yaitu Adam yang berusaha ingin memiliki kekuasaan yang sama dengan kekuasaan Allah.
Selain itu melalui peristwa ini, Allah juga menunjukkan pemeliharaan-Nya terhadap Yesus dan orangtuanya yang terhindar dari ancaman kematian dari Herodes. Peristiwa ini mirip dengan peristiwa kematian bayi-bayi orang Israel pada zaman kelahiran Musa di Mesir. Di dalam peristiwa tersebut, juga menunjukkan kehadiran, kedaulatan dan kendali Allah di dalam terselamatkannya Musa dari antara bayi-bayi yang diperintahkan untuk dibunuh oleh Firaun. Saya tidak akan membahas mengenai keselamatan para bayi tersebut di refleksi ini, walaupun saya percaya bahwa selamat tidaknya mereka ada di dalam kedaulatan dan keadilan Allah.
Gambaran secara luas, dapat kita tarik bahwa di tengah-tengah penderitaan dan penganiayaan yang disebabkan oleh dosa; Tuhan memberikan secercah cahaya pengharapan melalui tidak ditemukan dan tidak terbunuhnya sang Anak, Yesus. Karena melalui Yesuslah, nanti Allah akan menggenapi janji pembebasan dan keselamatan dari dosa terhadap umat Israel dan seluruh umat umat manusia. Karya penyelamatan Allah terhadap Yesus dan orang tuanya sengaja disajikan dan dibandingkan dengan peristiwa pembunuhan anak-anak dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa karya Allah lebih besar dari usaha manusia.

Pelajaran yang bisa diambil dari refleksi ini adalah kita bisa menemukan janji penyertaan Allah yang digenapi dalam peristiwa kematian beberapa anak di Betlehem. Allah yang menjanjikan adanya seorang Juruselamat, melalui Yesus Kristus; tidak dapat digagalkan oleh rencana jahat manusia (Herodes). Janji Allah untuk hal itu mulai terancangkan, di awal kehidupan Yesus Kristus.
Tangisan anak-anak di satu sisi dianggap sebagai sebuah kejahatan, namun di sisi secara global (big picture) menunjukkan ada karya pemeliharaan Tuhan -> rancangan keselamatan umat manusia di dalam Yesus Kristus.
Hal ini pula yang harus kita pegang sebagai anak-anak Tuhan bahwa Allah selalu menyertai setiap umat-Nya hingga kedatangan-Nya yang kedua kali nanti. Tidak hanya pemeliharaan Tuhan, namun Allah berdaulat dalam seluruh kehidupan umat manusia di bumi ini, walaupun ada kejahatan sekalipun. Kejahatan yang Tuhan ijinkan terjadi pun adalah untuk menunjukkan bahwa inilah kehidupan dalam dunia yang berdosa.
Saya teringat suatu kesaksian dari Bill Gaither yang menciptakan lagu Because He Lives. Ia menciptakan lagu itu ketika ia merasa khawatir akan kelahiran anaknya. Namun ketika anaknya lahir dan menangis, ia merasa ketakutan itu pun menjadi hilang. Tangisan bayi itu menyadarkan dia bahwa bayinya hidup. Tangisan itu juga menyadarkan dia bahwa keberadaan kita sebagai manusia adalah kecil dan tak berdaya, di tangan Tuhan. Melalui tangisan itu ia sadar bahwa hidup manusia ada di tangan Tuhan. Walaupun ada kesulitan dan penderitaan, namun tetap ada pengharapan di dalam Yesus Kristus. Pengharapan yang ditunjukkan melalui kemenangan-Nya atas dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya pada hari ketiga.
Tuhan yang telah mati, namun Ia bangkit untuk menyatakan jaminan akan adanya hari esok. Jaminan akan adanya keselamatan hidup kekal bagi setiap manusia yang mau datang, bertobat dan percaya kepada nama Yesus.
Mari bersama-sama kita menggunakan waktu minggu Advent ini dengan baik-baik untuk merenungkan makna Natal bagi kita, umat percaya yang sedang menantikan Dia juga akan datang kedua kalinya ke dunia.