Refleksi Advent 1 Matius 2:16-18.
Tangisan bayi atau seorang anak bagi beberapa
orang mungkin akan sangat mengganggu, tapi bagaimana jika dilihat dari sisi
orangtuanya. Tentu tidak bukan, karena tangisan dari anak miliknya akan
menunjukkan bahwa bayinya sedang dalam keadaan hidup. Seorang bayi yang sedang
menangis menunjukkan dirinya sedang dalam keadaan membutuhkan perhatian dari
orangtuanya, karena ia belum bisa berbicara. Suatu tangisan yang sering digambarkan
sebagai suatu ungkapan seorang manusia ketika ia pertama kali datang ke dunia
yang penuh dengan dosa dan penderitaan. Suatu tangisan yang menggambarkan
adanya suatu kehidupan yang baru.
Demikian pula tangisan yang terjadi di kota
Betlehem 2000 tahun yang lalu. Tangisan anak-anak di kota Betlehem yang dicatat
oleh penulis kitab Matius, di dalam Matius 2:16 mengusik perhatian saya.
Peristiwa ini terjadi, setelah raja Herodes pada waktu itu menyadari bahwa
dirinya telah diperdaya oleh orang-orang Majus. Orang-orang Majus ternyata
tidak membawa Herodes untuk menemukan Yesus, sang Anak yang dinubuatkan menjadi
Raja Israel (lih. Mat. 2:5-8; 12). Hal ini yang membuat Herodes menjadi marah
dan mengambil keputusan untuk semua anak di Betlehem dan daerah sekitarnya
(anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah).
Jikalau kita sebagai pembaca dan ada pada saat
itu, tentu kita akan merasa sangat sedih dan bertanya kenapa Allah membiarkan
hal itu terjadi. Seakan-akan Allah tidak mengasihi dan memelihara anak-anak itu
dan membiarkan mereka mati. Sementara bagi para orangtua, terjadi begitu kesedihan
yang sangat mendalam, karena mereka harus kehilangan anak-anak mereka, buah
hati mereka. Sebelum terjebak dengan pemahaman bahwa Allah yang jahat dan tidak
peduli, mari bersama-sama kita perhatikan keseluruhan bagian perikop ini.
Kalau kita lihat di ay 13-15, maka kita bisa
melihat bahwa dari bagian inilah penulis ingin menunjukkan bahwa Allah tetap
ada dan hadir. Allah diwakili dengan sosok malaikat Tuhan yang menyertai Yusuf,
Maria dan Sang Anak (Yesus). Allah berdaulat - memegang kendali memelihara
keselamatan keluarga ini. Allah tetap hadir dalam sejarah manusia. Di ay. 15
bahkan ditekankan lagi, bahwa Yusuf, Maria dan Yesus tinggal di sana (Mesir)
hingga Herodes mati.
Dilanjutkan di ay. 19-23; yang menunjukkan
kembalinya keluarga Yusuf setelah Herodes mati. Yusuf sekeluarga kembali ke
Israel, dan tinggal di Nazaret. Perhatikan di ayat 20b, “…karena mereka yang
hendak membunuh Anak itu sudah mati.”
Kedua bagian di atas menunjukkan bahwa Allah
tetap bekerja pada bagian ini. Kita seringkali lebih memilih untuk terjebak di
bagian yang lebih fenomena (besar). Dalam hal ini, adalah kematian dari
beberapa anak di Betlehem (jumlahnya sekitar 10-30an; hal ini terkait dengan
keadaan kota Betlehem yang kecil dalam hal jumlah penduduknya). Namun dari big picture ini, ternyata ada kisah
kecil yang seharusnya menjadi fokus utama yaitu pemeliharaan dan penyertaan
Allah terhadap Sang Anak (Yesus) dan orang tuanya. Allah secara tak terlihat,
menjadikan semua rencana karya keselamatan melalui Yesus Kristus semakin
digenapi.
Bagaimana dengan kematian anak-anak seusia
Yesus di Betlehem. Saya mencoba memberikan komentar, bahwa peristiwa ini tetap
ada di dalam kedaulatan Allah. Artinya Allah di dalam kedaulatan-Nya (kendali),
melalui kematian anak-anak itu menunjukkan perbuatan jahat dari Herodes. Perbuatan
jahat Herodes yang ingin menggagalkan rencana Allah.
Herodes memang dikenal memiliki ketakutan
(paranoid) terhadap orang lain yang mau menyaingi dan merebut kekuasaannya. Hal
ini mewakili dosa salah satu manusia, yang ingin memiliki kekuasaan yang tak
terbatas. Bahkan secara lebih luas, manusia pertama yaitu Adam yang berusaha ingin
memiliki kekuasaan yang sama dengan kekuasaan Allah.
Selain itu melalui peristwa ini, Allah juga
menunjukkan pemeliharaan-Nya terhadap Yesus dan orangtuanya yang terhindar dari
ancaman kematian dari Herodes. Peristiwa ini mirip dengan peristiwa kematian
bayi-bayi orang Israel pada zaman kelahiran Musa di Mesir. Di dalam peristiwa
tersebut, juga menunjukkan kehadiran, kedaulatan dan kendali Allah di dalam
terselamatkannya Musa dari antara bayi-bayi yang diperintahkan untuk dibunuh
oleh Firaun. Saya tidak akan membahas mengenai keselamatan para bayi tersebut
di refleksi ini, walaupun saya percaya bahwa selamat tidaknya mereka ada di
dalam kedaulatan dan keadilan Allah.
Gambaran secara luas, dapat kita tarik bahwa di
tengah-tengah penderitaan dan penganiayaan yang disebabkan oleh dosa; Tuhan
memberikan secercah cahaya pengharapan melalui tidak ditemukan dan tidak
terbunuhnya sang Anak, Yesus. Karena melalui Yesuslah, nanti Allah akan
menggenapi janji pembebasan dan keselamatan dari dosa terhadap umat Israel dan
seluruh umat umat manusia. Karya penyelamatan Allah terhadap Yesus dan orang
tuanya sengaja disajikan dan dibandingkan dengan peristiwa pembunuhan anak-anak
dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa karya Allah lebih besar dari usaha
manusia.
Pelajaran yang bisa diambil dari refleksi ini
adalah kita bisa menemukan janji penyertaan Allah yang digenapi dalam peristiwa
kematian beberapa anak di Betlehem. Allah yang menjanjikan adanya seorang
Juruselamat, melalui Yesus Kristus; tidak dapat digagalkan oleh rencana jahat
manusia (Herodes). Janji Allah untuk hal itu mulai terancangkan, di awal
kehidupan Yesus Kristus.
Tangisan anak-anak di satu sisi dianggap
sebagai sebuah kejahatan, namun di sisi secara global (big picture) menunjukkan ada karya pemeliharaan Tuhan -> rancangan
keselamatan umat manusia di dalam Yesus Kristus.
Hal ini pula yang harus kita pegang sebagai
anak-anak Tuhan bahwa Allah selalu menyertai setiap umat-Nya hingga
kedatangan-Nya yang kedua kali nanti. Tidak hanya pemeliharaan Tuhan, namun
Allah berdaulat dalam seluruh kehidupan umat manusia di bumi ini, walaupun ada
kejahatan sekalipun. Kejahatan yang Tuhan ijinkan terjadi pun adalah untuk
menunjukkan bahwa inilah kehidupan dalam dunia yang berdosa.
Saya teringat suatu kesaksian dari
Bill Gaither yang menciptakan lagu Because
He Lives. Ia menciptakan lagu itu ketika ia merasa khawatir akan kelahiran
anaknya. Namun ketika anaknya lahir dan menangis, ia merasa ketakutan itu pun menjadi
hilang. Tangisan bayi itu menyadarkan dia bahwa bayinya hidup. Tangisan itu juga
menyadarkan dia bahwa keberadaan kita sebagai manusia adalah kecil dan tak
berdaya, di tangan Tuhan. Melalui tangisan itu ia sadar bahwa hidup manusia ada
di tangan Tuhan. Walaupun ada kesulitan dan penderitaan, namun tetap ada
pengharapan di dalam Yesus Kristus. Pengharapan yang ditunjukkan melalui
kemenangan-Nya atas dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya pada hari ketiga.
Tuhan yang telah mati, namun Ia bangkit untuk
menyatakan jaminan akan adanya hari esok. Jaminan akan adanya keselamatan hidup
kekal bagi setiap manusia yang mau datang, bertobat dan percaya kepada nama
Yesus.
Mari bersama-sama kita menggunakan
waktu minggu Advent ini dengan baik-baik untuk merenungkan makna Natal bagi
kita, umat percaya yang sedang menantikan Dia juga akan datang kedua kalinya ke
dunia.